Terkait Kepala
RA-Madrasah di Lingkungan Kementerian Agama Republik Indonesia telah
mengeluarkan regulasi melalui Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 29 Tahun 2014
tentang Kepala Madrasah.
BAB I
terutama Pasal (1) dan (2) PMA Nomor 29 Tahun 2014 tersebut memberikan
pembagian dengan pembatasan yang jelas, yaitu:
1.
Kepala Madrasah
PNS pada Madrasah yang diselenggarakan oleh pemerintah (diangkat oleh
pemerintah pada madrasah yang diselenggarakan pemerintah atau Madrasah Negeri)
2.
Kepala
Madrasah Non PNS pada Madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat
(diangkat oleh pejabat yang berwenang pada organisasi penyelenggara pendidikan
madrasah yang diselenggarakan oleh masyarakat).
(selengkapnya silakan baca Bab I Pasal (1) dan (2) PMA No. 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah).
(selengkapnya silakan baca Bab I Pasal (1) dan (2) PMA No. 29 Tahun 2014 tentang Kepala Madrasah).
Secara
singkat, uraian pada pasal-pasal tersebut menegaskan bahwa Guru PNS hanya bisa
menjabat sebagai Kepala Madrasah di Madrasah Negeri. Dan Guru PNS tidak boleh
menjabat sebagai Kepala Madrasah di Madrasah Swasta.
Guru PNS yang
menjabat sebagai Kamad di Madrasah swasta bisa menyimak Bab IX (Ketentuan
Peralihan), Pasal 16. PMA No. 29 Tahun 2014 Pasal 16 yang ditetapkan pada
tanggal 15 September 2014 berbunyi "Kepala Madrasah yang diangkat
sebelum berlakunya Peraturan Menteri Agama ini tetap menjalankan tugasnya
sampai dengan paling lama 3 (tiga) tahun terhitung mulai dari tanggal
diundangkannya Peraturan Menteri Agama ini"
Kesimpulannya…
Guru PNS yang diangkat sebagai Kepala RA-Madrasah di lembaga swasta sebelum
tanggal 15 September 2014 maka diperbolehkan menjalankan tugasnya sebagai
Kepala Madrasah hingga 14 September 2017. Sebaliknya jika guru PNS tersebut
diangkat sebagai Kepala RA-Madrasah di lembaga swasta setelah tanggal 15 September
2014 maka TIDAK BOLEH…
Nasib Kamad PNS Terkait dengan Simpatika dan SKBK Online
Terkait dengan layanan Simpatika, pada semester 1 Tahun 2015/2016, kasus
ini sempat mengemuka meskipun kemudian menguap dengan sendirinya. Namun pada
periode verval Simpatika Semester 2 Tahun 2015/2016 ini, kasus ini mendapatkan
perlakuan yang tegas. Perlakuan itu adalah sebagai berikut.
Pengangkatan Kepala Madrasah Baru;
Sistem layanan Simpatika akan langsung menolak jika guru PNS diangkat
menjadi Kepala Madrasah di Madrasah swasta. Sedang yang terlanjur diangkat
sebelum masa verval ini tetap bisa menjabat sebagai Kepala Madrasah.
Penghitungan
Ekuivalen Tugas Tambahan;
- Dihitung ekuivalen 18 JTM jika pengangkatan guru PNS tersebut sebagai Kepala Madrasah di Madrasah swasta dilakukan sebelum berlakunya PMA Nomor 29 Tahun 2014
- Tidak dihitung ekuivalen 18 JTM jika pengangkatannya dilakukan setelah pemberlakuan PMA Nomor 29 Tahun 2014.
Guru PNS
yang diangkat sebagai Kamad di Madrasah swasta sebelum tanggal 15 September
2014, jam ekuivalen tugas tambahan Kepala Madrasah
(sebanyak 18 JTM) akan tetap muncul di Cetak Ajuan S25a, SKMT, dan
SKBK. Sehingga sesuai dengan KMA Nomor 103 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemenuhan
Beban Kerja Guru Madrasah yang Bersrtifikat Pendidik, Kepala Madrasah tersebut
cukup mengajar paling sedikit 6 (enam) JTM perminggu atau membimbing 40 (empat
puluh) peserta didik (bagi Kamad dari guru BK) untuk dapat memenuhi beban kerja
24 JTM sebagai syarat Tunjangan Profesi Guru.
Guru PNS
yang diangkat sebagai Kamad di Madrasah swasta setelah tanggal 15 September
2014, jam ekuivalen tugas tambahannya sebagai Kepala Madrasah tidak dihitung.
Dalam Lampiran S25a, SKMT, dan SKBK akan tertulis 0 (nol).
Sehingga bagi guru ini, untuk memenuhi beban mengajar 24 JTM harus mengajar sebanyak 24 JTM perminggu atau membimbing minimal 150 siswa (bagi Kamad dari guru BK), layaknya guru yang tidak memiliki tugas tambahan.
Ketegasan sistem Simpatika ini bisa jadi merugikan bagi guru PNS menjabat sebagai Kamad di Madrasah swasta. Tetapi, toh yang namanya peraturan dibuat untuk dipatuhi. Selama ini mungkin saja PMA No. 29 Tahun 2014 (yang telah berlaku hampir dua tahun) kurang 'bergigi', mungkin dengan kehadiran Simpatika, PMA tersebut punya 'taring baru'.
Sehingga bagi guru ini, untuk memenuhi beban mengajar 24 JTM harus mengajar sebanyak 24 JTM perminggu atau membimbing minimal 150 siswa (bagi Kamad dari guru BK), layaknya guru yang tidak memiliki tugas tambahan.
Ketegasan sistem Simpatika ini bisa jadi merugikan bagi guru PNS menjabat sebagai Kamad di Madrasah swasta. Tetapi, toh yang namanya peraturan dibuat untuk dipatuhi. Selama ini mungkin saja PMA No. 29 Tahun 2014 (yang telah berlaku hampir dua tahun) kurang 'bergigi', mungkin dengan kehadiran Simpatika, PMA tersebut punya 'taring baru'.